Sang anak mengira perutnya sakit karena masuk angin, tetapi sebenarnya dia sedang kelaparan.
Dilansir dari laman donasionline.id, anak yang akrab disapa Fi'i ini telah menjadi yatim sejak masih di dalam kandungan. Sang ayah meninggal dunia karena sakit yang dialami dan sekarang hanya tinggal Fi'i yang berdua dengan ibunya saja.
Imam Syafi'i dan ibunya tinggal di sebuah gubuk yang sebenarnya tidak layak untuk dihuni. Bagian samping rumahnya ini sudah banyak yang berlubang dan jadi tempat tikus-tikus keluar masuk.
Bagian dapurnya biasanya jadi banjir saat hujan sedang lebat. Kamar mandinya pun berada di luar rumah dan hanya ditutupi dengan terpal bekas yang sudah sobek. Sungguh memilukan kondisi rumahnya.
Selama ini, Bu Salamah mengais rezeki dengan cara mencari kayu di hutan yang kemudian dijual agar bisa digunakan untuk bertahan hidup bersama putranya. Biasanya, beliau akan diberi uang Rp10 ribu untuk satu gulung kayu. Kayu bambu yang beliau jual ini biasanya dijadikan lanjaran atau tempat untuk sayuran yang bisa merambat seperti kacang panjang.
Tak cuma mencari kayu di hutan saja, saat ada pekerjaan terkadang Bu Salamah akan menjadi buruh matun dengan bayaran Rp20 ribu tiap harinya. Namun, sekarang pekerjaan tersebut sudah jarang beliau lakukan.
Dengan penghasilan yang tak menentu, Bu Salamah hanya dapat membeli beras, bahkan untuk beli lauk saja uangnya tak cukup. Kalau sedang ada uang, beliau akan membeli tempe. Untungnya, Syafi'i adalah anak yang penurut dan dia menerima saja meski hanya bisa makan dengan sambal.
Imam Syafi'i sendiri terlahir dengan fisik yang tidak sempurna dan berbeda dengan anak lainnya. Dia tak bisa berjalan seperti orang normal pada umumnya sehingga hanya bisa merangkak.
Akibat tak ada biaya, Bu Salamah pun belum pernah mengajak putranya ini untuk berobat. Selama 15 tahun, Fi'i pun hanya bisa berjalan merangkak seperti anak balita dengan dada sebagai tumpuan utamanya.
Bu Salamah dan Fi'i pun pernah tidak makan sampai tiga hari. Saat itu Fi'i sempat mengatakan bahwa perutnya sakit dan seperti masuk angin. Bu Salamah pun hanya bisa menangis karena itu bukanlah masuk angin, tetapi anaknya sedang kelaparan, sungguh pilu.