Apa Hukumnya Orang Menikah Tapi Sudah Hamil Duluan? Ini Penjelasannya
persoalan:
assalamu’alaikum, wr. wb. ustadz, nama aku suriadi, aku ingin nanya apa hukumnya orang nikah, namun sudah berbadan dua duluan? (dari 085245263xxx)
jawab:
wa’alaikumsalam wr. wb. bismillahirrahmanirahim.
kita hendak rinci jadi sebagian ulasan:
i. hukum menikahi perempuan/laki – laki pezina
yang diartikan pezina di mari merupakan yang benar zina jadi kebiasaannya (serupa pelacur/mucikari/pria hidung belang ). para ulama membagi hukumnya jadi 2 penggalan:
a. bila yang menikahi merupakan orang baik – baik (mukmin, shalih) , hingga hukumnya haram, kecuali sang pezina itu tobat dulu.
larangan ini bersumber pada dalil – dalil bagaikan berikut:
1. al – qur’an
al – maidah (5) ayat 5:
“pada masa ini dihalalkan untuk kalian (memakan santapan) yang lezat – lezat dan baik – baik. dan juga santapan (sembelihan) orang – orang pakar kitab itu merupakan halal untuk kalian, dan juga santapan (sembelihan) kalian merupakan halal untuk mereka (tidak salah kalian berikan makan kepada mereka). dan juga (dihalalkan untuk kalian mengawini) dengan perempuan – perempuan yang melindungi kehormatannya – di antara perempuan – perempuan yang beriman, dan juga pula perempuan – perempuan yang melindungi kehormatannya dari golongan orang – orang pakar kitab dulu daripada kalian apabila kalian beri mereka maskawinnya, lagi kalian (dengan trik yang demikian) , bernikah bukan berzina, dan juga bukan pula kalian mengambil mereka jadi perempuan – perempuan simpanan. ”
syaikh sayyid sabiq rahimahullah mengatakan:
لا يحل للرجل أن يتزوج بزانية، ولا يحل للمرأة أن تتزوج بزان، إلا أن يحدث كل منهما توبة
“tidak halal untuk seseorang laki – laki menikahi perempuan pezina, dan juga tidak halal seseorang perempuan menikahi seseorang laki – laki pezina, kecuali bila dia bertaubat. ” sehabis itu syaikh sayyid sabiq menjadikan ayat di atas bagaikan dalil. tentang ayat di atas syaikh sayyid sabiq pula mengatakan:
أي أن الله كما أحل الطيبات، وطعام الذين أوتوا الكتاب من اليهود والنصارى، أحل زواج العفيفات من المؤمنات، والعفيفات من أهل الكتاب، في حال كون الازواج أعفاء غير مسافحين ولا متخذي أخدان
“yakni sebetulnya allah sebagaimana ia menghalalkan yang baik – baik, dan juga santapan orang – orang yang beri angkatan laut (AL) kitab dari golongan yahudi dan juga nasrani, (hingga) ia menghalalkan menikahi perempuan yang melindungi kehormatan dari golongan mu’minat, dan juga pula perempuan yang melindungi kehormatan dari golongan pakar kitab, dengan kondisi kalau mereka bagaikan suami istri yang sebelumnya bersama melindungi kehormatan, tidak berzina, dan juga tidak sempat sebagi gundik (simpanan). ”
imam ibnu katsir mengatakan tentang ayat, “ dan juga (dihalalkan untuk kalian mengawini) dengan perempuan – perempuan yang melindungi kehormatannya – di antara perempuan – perempuan yang beriman, ” :
أي: وأحل لكم نكاح الحرائر العفائف من النساء المؤمنات
“yakni dihalalkan untuk kamu menikahi perempuan merdeka yang melindungi kehormatan dari golongan perempuan beriman. ”
imam abu ja’far ath thabari mengatakan tentang ayat tersebut:
أحل لكم، أيها المؤمنون، المحصنات من المؤمنات – وهن الحرائر منهن – أن تنكحوهن
“dihalalkan untuk kamu, wahai orang – orang beriman, wanita – wanita merdeka dari golongan beriman, buat kamu menikahi mereka. . ”
jadi, yang halal untuk orang baik – baik cumalah menikahi perempuan mu’minah yang melindungi kehormatannya, bukan pezina.
an nuur (24) ayat 3:
“laki – laki yang berzina tidak mengawini melainkan wanita yang berzina, ataupun wanita yang musyrik; dan juga wanita yang berzina tidak dikawini melainkan oleh pria yang berzina ataupun pria musyrik, dan juga yang demikian itu diharamkan atas orang – orang yang mukmin. ”
ayat ini jelas – jelas mengatakan kalau yang layak menikahi pezina merupakan pezina pula, tidak sepatutnya orang beriman menikahi orang pezina ataupun musyrik. mereka pezina dan juga musyrik cuma layak dinikahi dengan pezina dan juga musyrik pula.
mengatakan syaikh sayyid sabiq rahimahullah tentang ayat ini:
ومعنى ينكح: يعقد.
وحرم ذلك، أي وحرم على المؤمنين أن يتزوجوا من هو متصف بالزنا أو بالشرك، فانه لا يفعل ذلك إلا زان أو مشرك.
“makna dari ‘mengawini’ merupakan mengadakan akad. yang demikian itu diharamkan, ialah diharamkan atas orang – orang beriman menikahi orang – orang yang disifati bagaikan pezina ataupun musyrik, karna tidak terdapat yang menikahi mereka kecuali pezina dan juga musyrik pula. ”
2. as sunnah
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ
أَنَّ مَرْثَدَ بْنَ أَبِي مَرْثَدٍ الْغَنَوِيَّ كَانَ يَحْمِلُ الْأَسَارَى بِمَكَّةَ وَكَانَ بِمَكَّةَ بَغِيٌّ يُقَالُ لَهَا عَنَاقُ وَكَانَتْ صَدِيقَتَهُ قَالَ جِئْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْكِحُ عَنَاقَ قَالَ فَسَكَتَ عَنِّي فَنَزَلَتْ
وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ
فَدَعَانِي فَقَرَأَهَا عَلَيَّ وَقَالَ لَا تَنْكِحْهَا
dari amr bin syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, kalau martsad bin abi martsad Al ghanawi dulu ia bawa keluarganya ke mekkah, di mekkah terdapat seseorang pelacur bernama ‘anaq, ia merupakan sahabat dari martsad. ia (martsad) mengatakan: saya tiba kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian saya mengatakan: “wahai rasulullah, bolehkah saya nikah dengan ‘anaq? ”, ia mengatakan: rasulullah mendiamkan aku, hingga turunlah ayat “wanita pezina bukanlah menikah kecuali dengan pria pezina ataupun musyrik. ”
kemudian rasulullah memanggil aku dan juga membacakan kepada aku, kemudian bersabda: “jangan kau menikahinya! ”
hadits ini tegas melarang laki – laki baik – baik menikahi perempuan pezina (pelacur). dalam aunul ma’bud disebutkan:
فِيهِ دَلِيل عَلَى أَنَّهُ لَا يَحِلّ لِلرَّجُلِ أَنْ يَتَزَوَّج بِمَنْ ظَهَرَ مِنْهَا الزِّنَا
“di dalamnya ada dalil, kalau tidak halal untuk laki – laki menikahi perempuan yang terang – terangan darinya perzinahan (pelacur). ”
hadits yang lain:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنْكِحُ الزَّانِي الْمَجْلُودُ إِلَّا مِثْلَهُ
dari abu hurairah, kalau rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: pezina pria yang didera, bukanlah menikah kecuali dengan yang semisalnya. ”
dalam fiqhus sunnah disebutkan:
قال الشوكاني: هذا الوصف خرج مخرج الغالب باعتبار من ظهر منه الزنا.
وفيه دليل على أنه لا يحل للرجل أن يتزوج بمن ظهر منها الزنا.
وكذلك لا يحل للمرأة أن تتزوج بمن ظهر منه الزنا.
mengatakan asy syaukani: ini merupakan watak yang telah terlihat dari kerutinan, ialah orang yang benar terbiasa berbuat zina. dan juga di dalamnya ada dalil kalau tidak halal untuk pria menikahi perempuan yang biasa melaksanakan zina, demikian pula tidak dihalalkan untuk perempuan menikahi pria yang terbiasa berzina.
mengatakan penulis aunul ma’bud:
قَالَ الْعَلَّامَة مُحَمَّد بْن إِسْمَاعِيل الْأَمِير فِي سُبُل السَّلَام : فِي الْحَدِيث دَلِيل عَلَى أَنَّهُ يَحْرُم عَلَى الْمَرْأَة أَنْ تُزَوَّج بِمَنْ ظَهَرَ زِنَاهُ ، وَلَعَلَّ الْوَصْف بِالْمَجْلُودِ بِنَاء عَلَى الْأَغْلَب فِي حَقّ مَنْ ظَهَرَ مِنْهُ الزِّنَا. وَكَذَلِكَ الرَّجُل يَحْرُم عَلَيْهِ أَنْ يَتَزَوَّج بِالزَّانِيَةِ الَّتِي ظَهَرَ زِنَاؤُهَا
“berkata Al ‘allamah muhammad bin ismail Al amir dalam subulus salam: “di dalam hadits ada dalil kalau haram untuk perempuan menikah dengan pria yang telah terlihat perzinahannya, dan juga penyifatannya dengan memperoleh dera, disebabkan zina telah jadi perihal yang dominan (kerutinan) menurutnya secara nyata. demikian pula untuk pria diharamkan menurutnya menikahi perempuan yang telah terlihat perzinahannya. ”
dari penjelasan ini, hingga jelaslah haramnya orang baik – baik, mukmin, shalih, menikahi orang yang terbiasa zina (pelacur).
b. hukum perkawinan 2 orang yang berzina, namun mereka bukan pelacur ataupun bukan pria hidung belang
ini yang amat banyak terjalin, mereka berzina karna rayuan setan, dan juga tidak sanggup melindungi diri, akibat pergaulan leluasa (baca: pacaran). tetapi, mereka tidaklah pezina dalam artian orang yang menjadikan zina merupakan kerutinan serupa pelacur, mucikari, ataupun pria hidung belang. apakah mereka berdua boleh dinikahkan?
mengatakan imam asy syaukani rahimahullah:
وقد اختلف في جواز تزوّج الرجل بامرأة قد زنى هو بها ، فقال الشافعي ، وأبو حنيفة : بجواز ذلك. وروي عن ابن عباس ، وروي عن عمر ، وابن مسعود ، وجابر : أنه لا يجوز. قال ابن مسعود : إذا زنى الرجل بالمرأة ثم نكحها بعد ذلك فهما زانيان أبداً ، وبه قال مالك
“telah terjalin perbandingan komentar tentang kebolehan seseorang pria menikah dengan perempuan yang sempat berzina dengannya. imam asy syafi’i dan juga imam abu hanifah berkomentar: boleh. diriwayatkan dari ibnu umar, ibnu mas’ud, dan juga jabir mereka berkomentar: tidak boleh. mengatakan ibnu mas’ud: bila pria berzina dengan perempuan, kemudian ia menikahinya sehabis itu, hingga mereka berdua merupakan pezina selamanya! , ini pula komentar imam malik. ”
imam ibnu taimiyah, imam ibnul qayyim, dan juga imam ibnu hazm, pula memantapkan komentar yang mengharamkan.
sesungguhnya kalangan yang mengharamkan, pada kesimpulannya membolehkan pula, dengan ketentuan pelakunya sudah bertaubat.
imam ahmad membolehkan dengan ketentuan ia bertaubat, dan juga masa iddahnya tuntas. abu hanifah dan juga asy syafi’i berkomentar boleh mengawininya tanpa menunggu masa iddah. terlebih lagi imam asy syafi’i membolehkan mengawini perempuan zina sekalipun lagi berbadan dua, karena berbadan dua semacam itu (karna pelakunya merupakan pria yang hendak menikahinya, pen) bukan sebab haramnya kawin.
c. perempuan yang berzina, kemudian ia menikah dan juga sang pria tidaklah pelakunya
ini berubah dengan permasalahan di atas, ini yang menikahi perempuan tersebut tidaklah pria yang sempat berzina dengannya namun, pria lain. bolehkah perkawinan mereka berdua?
mengatakan syaikhul islam ibnu taimiyah: “nikahnya orang zina itu haram sampai dia bertaubat, baik dengan pendamping zinanya ataupun dengan teman . inilah yang benar tanpa diragukan lagi. demikianlah komentar segolongan ulama salaf dan juga khalaf, di antara mereka ialah ahmad bin hambal dan juga yang lain.
namun mayoritas ulama salaf dan juga khalaf membolehkannya, ialah komentar imam yang 3, cuma aja imam malik mensyaratkan rahimnya bersih (kosong/tidak berbadan dua).
abu hanifah membolehkan akad saat sebelum istibra’ (bersih dari kehamilan) apabila nyatanya ia berbadan dua, namun bila ia berbadan dua tidak boleh jima’ (ikatan tubuh) dahulu hingga ia melahirkan.
asy syafi’i membolehkan akad secara absolut akad dan juga ikatan tubuh, karna air mani zina itu tidak terhormat, dan juga hukumnya tidak dapat dihubungkan nasabnya, inilah sebab imam asy syafi’i.
abu hanifah membagikan rincian antara berbadan dua dan juga tidak berbadan dua, karna perempuan berbadan dua apabila dicampuri, hendak menimbulkan terhubungnya anak yang bukan anaknya, sama sekali berubah dengan yang tidak berbadan dua. ”
ii. nikahnya perempuan hamil
wajib dirinci bagaikan berikut:
1. berbadan dua karna suaminya seorang diri, namun suaminya wafat ataupun meninggal, ia jadi janda. bolehkah menikah dan juga ia masih berbadan dua?
setuju kalangan muslimin seluruhnya, perempuan berbadan dua dan juga ia menjanda ditinggal mati suami ataupun cerai, cuma baru boleh nikah sehabis masa iddahnya tuntas, ialah sehabis kelahiran bayinya. tidak boleh menurutnya nikah kala masih berbadan dua, karna ‘iddahnya belum tuntas.
2. wanita berbadan dua karna berzina, bolehkah ia menikah?
bila yang menikahinya merupakan pria yang menghamilinya, hingga bagi imam asy syafi’i merupakan boleh. imam abu hanifah pula membolehkan namun tidak boleh menyetubuhinya hingga dia melahirkan.
imam ahmad mengharamkannya. begitu pula imam malik dan juga imam ibnu tamiyah. sebaliknya, bila yang menikahinya merupakan pria lain, hingga bagi imam ibnu taimiyah pula tidak boleh kecuali dia bertaubat, yang lain berkata boleh, sepanjang dia bertobat plus iddahnya tuntas (ialah hingga melahirkan) , inilah komentar imam ahmad. demikian. wallahu a’lam
wa shallallahu ‘ala nabiyyina muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi ajmain.
sumber: dakwatuna. com
Berbadan dua di luar nikah dan juga permasalahan nasab anak zina
• adik wanita aku menikah tanpa persetujuan ayah. ia lari ke rumah pacarnya dan juga menikah dengan wali hakim (tanpa seizin ayah). pada dikala itu, dia sudah berbadan dua. yang mau aku tanyakan : apakah pernikahannya legal? gimana status anaknya?
• kerabat wanita aku memiliki ikatan dengan seorang yang tidak baik akhlaknya. keluarga telah memperingatkan supaya tidak menjalakan ikatan tersebut. ia senantiasa berkata sudah tidak lagi berhubungan. nyatanya saat ini dia sudah berbadan dua dan juga setelah itu menikah. gimana hukumnya? apakah sehabis anaknya lahir, dia wajib menikah lagi secara agama? gimana dengan status anaknya tersebut?
problem serupa permasalahan di atas banyak terjalin di tengah warga. yang tidak lain karna aspek keteledoran manusia, melaksanakan pelanggaran rambu – rambu agama. tidak syak, perkara ini setelah itu melebar dengan lahirnya kanak – kanak akibat perzinahan yang dilarang agama, nasab, waris, dan juga sebagainya.
perbuatan zina itu seorang diri, sebagaimana dipaparkan oleh ustadz abdul hakim bin amir abdat dalam novel menanti buah hati dan juga hadiah buat yang dinanti, dia menarangkan, zina merupakan dosa yang amat besar dan juga amat keji, dan seburuk – buruk jalur yang ditempuh oleh seorang; bersumber pada firman allah subhanahu wa ta’ala :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
dan juga janganlah kalian mendekati zina, karna sebetulnya zina itu merupakan faahisah (perbuatan yang keji) dan juga seburuk – buruk jalur (yang ditempuh oleh seorang). (al israa`/17 : 32).
yang jadi perkara, bila zina telah terjalin, setelah itu lahirlah anak akibat perbuatan tersebut, bagaimanakah status kehamilan, perkawinan pezina dan juga gimana pula nasab anak yang di milikinya?
buat mengenali kasus ini, berikut kami nukil buah pena ustadz abdul hakim bin amir abdat, yang termaktub dalam novel dia, menanti buah hati dan juga hadiah buat yang dinanti, fashal 14, taman 102 – 129, cetakan iv th. 1425h/2005m, darul qolam, jakarta. mudah – mudahan berguna. (redaksi).
berbadan dua di luar nikah dan juga permasalahan nasab anak. dalam fasal ini terdapat sebagian peristiwa yang tiap – tiap berubah hukumnya, hingga kami (ustadz abdul hakim bin amir abdat, red) mengatakan:
1. peristiwa yang kesatu : apabila seseorang wanita (1) berzina setelah itu berbadan dua, hingga anak yang dilahirkannya merupakan anak zina dengan konvensi para ulama.
anak tersebut dinasabkan kepada ibunya (2) dan juga tidak dinasabkan kepada pria yang menzinai ibunya (ayah zinanya). tegasnya, ikatan nasab antara anak dengan ayahnya terputus.
demikian pula dengan hukum waris terputus dengan ayahnya, ia cuma mewarisi ibunya dan juga ibunya mewarisinya. demikian pula hak kewalian –kalau seseorang anak perempuan – terputus dengan ayahnya.
yang jadi wali nikahnya merupakan sultan (penguasa) ataupun wakilnya serupa qadhi (penghulu) (3).
dan juga tidak harus untuk ayahnya berikan nafkah kepada anak yang lahir dari hasil zina (4).
hendak namun, ikatan bagaikan mahram senantiasa terdapat tidak terputus walaupun ikatan nasab, waris, kewalian, nafkah terputus. karna, supaya bagaimanapun pula anak itu merupakan anaknya, yang terbentuk dari air maninya meski dari hasil zina. oleh karna itu haram menurutnya menikahi anak perempuannya dari hasil zina sama haramnya dengan anak perempuannya yang lahir dari perkawinan yang shahih. lebih luasnya lagi bacalah kitab – kitab di dasar ini:
1. Al mughni, ibnu qudamah (juz 9 perihal 529 – 530 tahqiq doktor abdullah bin abdul muhsin at turkiy).
2. majmu fatawa, ibnu taymiyyah (jilid 32 perihal. 134 – 142).
3. majmu syarah muhadzdzab (juz 15 perihal. 109 – 113).
4. Al ankihatul faasidah (perihal. 75 – 79 abdurrahman bin abdirrahman sumailah Al ahsal).
2. peristiwa yang kedua : apabila terjalin sumpah li’aan antara suami istri.
sebagaimana telah aku jelaskan dengan ringkas di fasal ketiga belas (ialah bab tentang gimana anak itu jadi pria ataupun wanita dan juga seragam dengan orang tuanya di dalam rahim, red) , hingga anak dinasabkan kepada ibunya. demikian pula tentang hukum waris dan juga nafkah dan hak kewalian. (5)
3. peristiwa yang ketiga : apabila seseorang istri berzina.
apabila seseorang istri berzina –baik dikenal suaminya (6) ataupun tidak – setelah itu ia berbadan dua, hingga anak yang dilahirkannya itu dinasabkan kepada suaminya, bukan kepada pria yang menzinai dan juga menghamilinya dengan konvensi para ulama bersumber pada sabda nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam :
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ
anak itu haknya (pria) yang mempunyai tempat tidur dan juga untuk yang berzina tidak memiliki hak whatever (atas anak tersebut). (hadits shahih riwayat bukhari (nomor. 6749) dan juga muslim (4/171) dari jalur aisyah dalam hadits yang panjang. dan juga bukhari (nomor. 6750 dan juga 6818) dan juga muslim (4/171) pula keluarkan dari jalur abu hurairah dengan ringkas serupa lafazh diatas)
iktikad sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas yakni kalau anak itu kepunyaan suami yang legal walaupun lahir dari hasil zina istrinya dengan orang (pria) lain. senantiasa anak itu jadi miliknya dan juga dinasabkan kepadanya. sebaliknya untuk pria yang menzinai istrinya tidak memiliki hak whatever terhadap anak tersebut.
peristiwa di atas di luar hukum li’aan dan juga perbedaannya yakni : bahwa hukum li’aan suami menuduh istrinya berzina ataupun menafikan anak yang dikandung istrinya di wajah hakim sampai – sampai dilaksanakan sumpah li’aan. dalam permasalahan li’aan ini, anak dinasabkan kepada istri baik tuduhan suami itu benar ataupun bohong. sebaliknya pada permasalahan di atas, tidak terjalin sumpah li’aan, walaupun suami mengenali kalau istrinya telah berzina dengan pria lain. ini diakibatkan suami tidak mengatakan tuduhannya ke wajah hakim sampai – sampai tidak mampu dilaksanakan sumpah li’aan. (8)
4. peristiwa yang keempat : apabila seseorang wanita berzina setelah itu berbadan dua, bolehkah dia dinikahi oleh pria yang menghamilinya dan juga kepada siapa dinasabkan anaknya?
jawabnya : boleh ia dinikahi oleh pria yang menzinainya dan juga menghamilinya dengan konvensi (ijma’) para pakar fatwa, sebagaimana ditegaskan oleh imam ibnu ‘abdil bar yang dinukil oleh Al hafizh ibnu hajar di kitabnya fat – hul baari (juz 9 perihal. 157 di penggalan kitab nikah bab: 24, hadits: 5105) (9). buat lebih jelasnya lagi, marilah kita simaklah fatwa para ulama satu persatu dari para shahabat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga seterusnya:
kesatu : fatwa abu bakar ash shidiq.
ibnu umar mengatakan :
kala abu bakar ash shiddiq lagi berposisi di masjid seketika tiba seseorang pria, kemudian abu bakar mengatakan kepada umar, “berdirilah dan juga perhatikanlah urusannya karna sebetulnya ia memiliki urusan (berarti). ”
kemudian umar berdiri menghampirinya, setelah itu pria itu mencerahkan urusannya kepada umar, “sesungguhnya saya kehadiran seseorang tamu, kemudian ia berzina dengan anak perempuanku! ? ” kemudian umar memukul dada orang tersebut dan juga mengatakan, “semoga allah memburukkanmu! tidakkah engkau tutup aja (rahasia zina) atas anak wanita itu! ”
setelah itu abu bakar memerintahkan supaya dilaksanakan supaya dilaksanakan hukum had (didera sebanyak seratus kali) terhadap keduanya (pria dan juga wanita yang berzina). setelah itu dia menikahkan keduanya kemudian dia memerintahkan supaya keduanya diasingkan sepanjang satu tahun.
(diriwayatkan oleh imam ibnu hazm di kitabnya Al muhalla juz 9 perihal. 476 dan juga imam baihaqiy di kitabnya sunanul kubra (juz 8 perihal. 223) dari jalur ibnu umar). (10)
kedua: fatwa umar bin khattab
fatwa abu bakar di atas sekalian jadi fatwa umar terlebih lagi fatwa para shahabat. ini diakibatkan kalau fatwa dan juga keputusan abu bakar terjalin di hadapan para shahabat (11) ataupun dikenal oleh mereka spesialnya ‘umar. dan juga seluruh para shahabat diam menyetujuinya dan juga tidak terdapat seseorang juga di antara mereka yang mengingkari fatwa tersebut. seluruh ini menampilkan telah terjalin ijma’ di antara para shahabat kalau wanita yang berzina setelah itu berbadan dua boleh terlebih lagi wajib dinikahkan dengan pria yang menzinainya dan juga menghamilinya. oleh karna itu kita memandang para shahabat berfatwa serupa di atas di antara lain umar bin khattab kala dia jadi khalifah sebagaimana riwayat di dasar ini:
abu yazid Al makkiy mengatakan, “bahwasanya terdapat seseorang pria nikah dengan seseorang wanita. dan juga wanita itu memiliki seseorang anak wanita yang bukan (anak kandung) dari pria (yang baru nikah dengannya) dan juga pria itu juga memiliki seseorang anak pria yang bukan (anak kandung) dari wanita tersebut, (ialah tiap – tiap bawa seseorang anak, yang pria bawa anak pria dan juga yang wanita bawa anak wanita).
kemudian pemuda dan juga anak wanita tersebut melaksanakan zina sampai – sampai nampaklah pada diri wanita itu kehamilan. hingga tatkala umar tiba ke makkah, diajukanlah peristiwa itu kapada dia. kemudian umar bertanya kepada keduanya dan juga keduanya mengakui (telah berbuat zina). setelah itu umar memerintahkan buat mendera keduanya (dilaksanakan hukum had) (12). umar amat mau mengumpulkan di antara keduanya (dalam satu pernikahan) hendak namun anak muda itu tidak ingin. ”
(dikeluarkan oleh imam baihaqiy (7/155) dengan sanad yang shahih).
ketiga : fatwa abdullah bin mas’ud:
dari hammaam bin harits bin qais bin amr an nakha’i angkatan laut (AL) kufiy :
